Prevalensi GERD pada Nelayan di Indonesia Lebih Tinggi Dibandingkan Penduduk Perkotaan di Indonesia
Prevalensi GERD (Gastroesophageal reflux disease) cukup bervariasi pada setiap wilayah dan terus meningkat di seluruh dunia. Selain perbedaan geografis, gaya hidup dan kebiasaan juga menjadi faktor pemicu GERD.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zein et al (2021) mengenai prevalensi GERD dan faktor risiko terkait kebiasaan pada nelayan, mengungkapkan bahwa kebiasaan seperti merokok, konsumsi tinggi garam, konsumsi jamu pegal linu, kebersihan tangan yang buruk, dan konsumsi obat anti inflamasi nonsteroid merupakan faktor yang dapat memicu GERD.
Konsumsi obat anti inflamasi nonsteroid dapat memicu GERD karena menyebabkan kerusakan mukosa pada saluran cerna melalui mekanisme inhibiting cyclooxygenase enzymes secara langsung dan sekresi asam lambung secara tidak langsung. Kedua mekanisme tersebutlah yang mengurangi tekanan lower esophageal sphincter dan mendorong pengosongan lambung.
Jamu pegal linu dapat memicu gelaja GERD karena diasumsikan memiliki mekanisme yang mirip dengan obat anti inflamasi nonsteroid. Namun, belum ada mekanisme yang jelas mengenai konsumsi jamu pegal linu dalam memicu GERD.
Konsumsi tinggi garam memiliki hubungan dose-response dengan risiko GERD. Sementara, kebersihan tangan yang buruk dapat meningkatkan risiko infeksi lambung dan usus yang dapat menyebabkan asam lambung naik dan risiko GERD.
Sumber:
Zein, Ahmad Fariz Malvi Zamzam, et al. “The prevalence and habit-associated risk factors of gastroesophageal reflux disease among fishermen in Indonesia.” The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy 22.3 (2021): 174-179.
DOI: https://doi.org/10.24871/2232021174-179
Sumber gambar: Quangpraha from pixabay